A. Pengertian Hukum Syara’
Secara bahasa hukum berarti mencegah dan memutuskan. Adapun hukum
menurut terminologi ushul fiqh adalah:
خِطَابُ الشَّارِعِ المُتَعَلِّقُ بِأَفعَالِ المُكَلَّفِينَ بِالإِاقتِضَاءِ
أَوِ التَّخيِيرِ أَوِ الوَضعِ
"Khitab (doktrin) syari' (Allah)
yang bersangkutan dengan perbuatan orang yang sudah mukalaf. Baik berupa
tuntutan (perintah, larangan, anjuran untuk melakukan atau anjuran untuk
meninggalkan) atau berupa takhyir (kebolehan untuk memilih antara
melakukan dan tidak melakukan) atau wad'i (menetapkan sesuatu sebagai
sebab, syarat atau mani'/penghalang)."[1]
Kitab Allah, yang dimaksud dalam definisi
diatas ialah kalam Allah. Kalam Allah sebagai sifatnya adalah al-kalam
al-nafsi (kalam yang ada pada diri Allah) yang tidak mempunyai huruf dan
suara. Kita hanya bisa mengetahui kalam nafsi melalui kalam lafzi,
yaitu kalam yang mempunyai huruf dan suara dalam Al-quran. Kalam Allah adalah
hukum secara langsung (ayat-ayat hukum dalam Al-quran) atau secara tidak
langsung (hadis-hadis Rasulullah). Hadis-hadis Rasulullah tentang ayat-ayat
hukum dianggap sebagai kalam Allah secara tidak langsung karena apa yang
diucapkan Rasulullah di bidang Tasyri' tidak lain adalah petunjuk dari
Allah juga. [2]
Ayat-ayat atau hadis-hadis hukum dapat
dikategorikan dalam beberapa macam:[3]
a. Perintah untuk melakukan suatu perbuatan. Perbuatan mukalaf yang
diperintahkan itu sifatnya wajib.
b. Larangan melakukan suatu perbuatan. Perbuatan mukalaf yang dilarang itu
sifatnya haram.
c. Anjuran untuk melakukan suatu perbuatan, dan perbuatan yang dianjurkan
untuk dilakukan itu sifatnya sunah.
d. Anjuran untuk meninggalkan suatu perbuatan. Perbuatan yang dianjurkan untuk
ditinggalkan itu sifatnya makruh.
e. Memberi kebebasan untuk memilih antara melakukan atau tidak, dan perbuatan
yang diberi pilih untuk dilakukan atau ditinggalkan itu sifatnya mubah.
f. Menetapkan sesuatu sebagai sebab.
g. Menetapkan sesuatu sebagai syarat.
h. Menetapkan sesuatu sebagai mani (penghalang).
i.
Menetapkan sesuatu sebagai kriteria sah dan
batal.
j.
Menetapkan sesuatu sebagai kriteria 'azimah
dan rukhshah.
Untuk lebih jelasnya lagi, dapat dilihat contoh-contoh
dibawah ini:
a. Contoh hukum yang berupa tuntutan
1. Tuntutan untuk mengerjakan
يأيّها الّذين ءامنوا أوفوا بالعقود
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu (janji)..
(QS: al-Maidah/5:1)
2. Tuntutan untuk meninggalkan
يأيّها الّذين لايسخر قوم من قوم
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok
kaum yang lain... (QS: al-Hujurat/49:11)
Ini adalah khitab Syari' yang berkaitan dengan mengolok-olokkan, dalam
bentuk tuntutan untuk meninggalkannya.[4]
b. Contoh hukum yang berupa pilihan
كُلُوا وَاشرَبُوا مِن رِّزقِ الله
وَلَاتَعثَوافِى الأَرضِ مُفسِدِين
Artinya: Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) oleh
Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.
(QS: al-Baqarah/2:60)
Ayat diatas mengandung pilihan kepada kita untuk memilih
makan dan minum sesuatu yang halal selama tidak berlebihan.
c. Contoh hukum yang berupa ketetapan
لاَ يَرِثُ القَاتِلُ
Artinya: Tidaklah mendapatkan hak waris orang yang
membunuh.
Hadis ini merupakan khitab dari syari' yang
bersangkutan dengan pembunuhan dalam bentuk ketetapannya sebagai penghalang
dalam hal warisan. [5]
Nash yang keluar dari syara' yang menunjukkan bentuk tuntutan, pilihan atau
penetapan itulah yang disebut hukum syara' menurut ahli ushul fiqh. Adapun
hukum syara' menurut ulama fiqh ialah efek yang dikehendaki oleh Allah dalam
setiap perbuatan mukalaf, seperti wajib, haram, dan mubah.[6]
B. Pengertian Hukum Taklif
Hukum taklif ialah “hukum yang menghendaki
dilakukannya suatu perbuatan oleh mukalaf atau melarang mengerjakannya atau
memilih antara melakukannya atau meninggalkannya”. Berikut ialah contoh-contoh hukum taklif:[7]
Contoh hukum
taklif yang menuntut kepada mukalaf untuk mengerjakannya:
a.
Berpuasa dibulan Ramadhan. QS.
Al-Baqarah(2) ayat 183:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ
مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas
kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa.
b. Melakukan ibadah haji bagi yang mampu. QS. Ali Imran(3) ayat 97:
وَلِلَّهِ عَلَى
النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا...…
Artinya: .... mengerjakan haji ke
Baitullah adalah kewajiban manusia kepada Allah...
Contoh hukum
taklif yang menghendaki untuk ditinggalkan oleh mukalaf:
a.
Makan bangkai, darah, dan daging babi. QS.
Al-Maidah(5) ayat 3:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ
الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ...
Artinya: Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah dan
daging babi...
b.
Berkata tidak sopan kepada kedua orang tua.
QS. Al-Isra(7) ayat 23:
…... فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ
Artinya:.... janganlah kamu berkata
kepada kedua orang tua dengan kata-kata yang dapat menyakitkan perasaan
keduanya...
Contoh hukum
taklif yang membolehkan bagi mukalaf untuk memilih antara mengerjakan atau
meninggalkannya.
a.
Bertebaran atau tidak bertebaran setelah
melakukan shalat jumat. QS. Al- Jumu’ah(10):
فَإِذَا
قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ...
Artinya: Apabila shalat telah kamu lakukan maka
bertebarlah kamu di muka bumi....
b.
Mengqasar shalat ketika berpergian jauh.
QS. An-Nisa(4) ayat 101
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُّبِينًا
Artinya : Dan apabila kamu berpergian di muka bumi,
maka tidaklah mengapa kamu mengqasar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang
orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata
bagimu.
c. Pembagian Hukum Taklifi
Hukum yang diturunkan oleh Allah SWT kepada
manusia tidak lain kecuali untuk kemaslahatan dan keselamatan manusia baik di
dunia maupun di akhirat kelak. Keselamatan ini
akan dapat kita peroleh jika kita mau menaati hukum-hukum Allah yang secara
konsekuen.[8]
Para ulama ushul fiqh membagi
hukum taklif menjadi
lima macam yaitu wajib, mandub, haram, makruh dan mubah.
1. Wajib
a. Pengertian wajib
Definisi wajib menurut syara' adalah مَا طَلَبَ عَلَى وَجْهِ
اللُّزُوْمِ فِعْلُهُ
Artinya: "Sesuatu yang
diperintahkan oleh Allah agar dikerjakan secara pasti"
Berdasarkan definisi di atas, wajib adalah ketentuan perintah itu
harus dilakukan oleh mukalaf sesuai dengan petunjuk yang telah ditentukan.
Konsekuensi dari hukum wajib ini akan mendatangkan pahala jika dilakukan dan
akan memdatangkan dosa jika ditinggalkan. Contoh sesuatu yang hukumnya wajib
untuk dilaksanakan seperti shalat, berpuasa, membayar zakat, menunaikan haji
bagi orang yang mampu, dan berbakti kepada kedua orangtua. Semua perintah
tersebut hukumnya pasti dan tegas. Jika ditinggalkan akan mendatangkan sanksi
dari Allah SWT.[9]
b. Pembagian Hukum Wajib
1) Dilihat dari segi waktu pelaksanaannya:
Pertama,
kewajiban yang tidak terikat oleh waktu. Kewajiban ini maksudnya
adalah kewajiban yang harus dilakukan pada waktu tertentu yang telah ditetapkan
dan tidak boleh dilakukan di luar waktu yang telah ditentukan itu, contoh
melaksanakan shalat lima waktu.
Kedua,
kewajiban yang tidak terikat oleh waktu. Kewajiban ini maksudnya
adalah bahwa kewajiban ini tidak ditentukan waktu pelaksanaannya, boleh kapan
saja dialkukan seperti kafarat (denda tebusan) untuk orang yang melanggar. Maka
pelaksanaan tebusan boleh saja kapan dilakukan.
2) Dilihat dari segi mukalaf sebagai
pelaksana
Pertama,
wajib 'ain. Wajib 'ain
ialah kewajiban yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk dikerjakan oleh setiap mukalaf secara individu. Ringkasnya,
wajib 'ain ialah kewajiban yang harus ditanggung oleh masing-masing orang.
Contohnya kewajiban shalat, zakat, puasa, haji.
Kedua,
wajib kifayah. Wajib kifayah
adalah kewajiban yang diperintahkan oleh Allah SWT. Yang
di anggap cukup jika sudah dikerjakan oleh orang atau sekelompok orang, tidak
harus semua orang mengerjakannya. Jika seseoramg atau sekelompok orang telah
mengerjakan makan gugurlah kewajiban yang lain. Akan tetapi jika kewajiban ini
ditinggalkan sama sekali, maka semuanya akan ikut berdosa. Contohnya kewajiban amr ma'ruf nahi mungkar, menshalatkan
mayat, membangun rumah sakit, menyelamatkan orang yang tenggelam.
3) Dilihat dari segi ukuran sesuatu yang diwajibkan
Pertama,
muhaddad (dibatasi ukurannya). Kewajiban ini
ialah kewajiban yang ukurannya sudah diketahui dengan jelas. Contohnya shalat
lima waktu. Ukuran melaksanakan shalat lima waktu dari segi rakaat, rukun, dan
syaratnya telah ditentukan dengan jelas.
Kedua,
ghairu muhaddad (tidak
dibatasi. Kewajiban ini ialah kewajiban yang agama tidaj menentukan atau membatasi
ukurannya. Ukurannya diserahkan kepada orang yang akan melakukan kewajiban
tersebut. Contohnya bersedekaj di jalan Allah, tolong menolong atas kebaikan,
memberi makan kepada fakir miskin, menolong orang yang kesulitan, dan memberi
nafkah kepada istri.
4) Dilihat dari kesempatan bagi mukalaf untuk melakukannya
Pertama,
muayyan (tertentu). Kewajiban ini maksudnya
ialah kewajiban yang diwajibkan oleh Allah SWT kepada mukalaf untuk
melakukannya tanpa ada kesempatan untuk memilih atau meninggalkannya. Contohnya
shalat fardhu, puasa, harga sesuatu yang dibeli, dan mengembalikan sesuatu yang
di-ghasab. Semua kewajiban ini akan
terus menjadi tanggungan mukalaf sampai ia melaksanakan.
Kedua,
mukhayyar (boleh memilih). Wajib ini ialah
kewajiabn yang harus dilakukan mukalaf untuk melakukannya dengan memilih antara
beberapa pilihan. Jika ia telah melakukan salahsatu pilihan ini maka gugurlah
sudah kewajibannya. Contohnya adalah membayar kafarat (denda tebusan). Allah
mewajibkan kepada orang yang melanggar sumpahnya agar memberi amkan kepada
orang miskin, atau memberi pakaian kepadanya atau memerdekakan budak. Dengan
demikian, kewajiban orang yang melanggar sumpahnya adalah mengerjakan salahsatu
di antara beberapa pilihan di atas.
2. Mandub
a. Pengertian Mandub
Secara bahasa berarti sesuatu yang di anjurkan. Secara istilah
ialah perintah yang datang dari Allah untuk dilakukan oleh mukalaf secara tidak
tegas atau harus, atau dengan kata lain perintah yang tidak sampai kepada derajat
wajib. Dalam masalah sunah ini, konsekuensinya jika dilakukan akan mendapat
pahala dan tidak mendapat siksa jika ditinggalkan. Mandub dalam kajian ushul
fiqh disebut juga sunah, nafilah,
tatawwu', mustahab, dan ihsan. Contohnya mencatat hutang, shalat sunnah,
dan mengucapkan salam.
b. Pembagian Mandub
Mandub terbagi menjadi dua, yaitu:
1.
Sunah
muakkadah (sunah yang kuat). Yaitu sunah yang selalu ditekuni oleh Nabi
dan Nabi tidak pernah meninggalkannya kecuali sekali atau dua kali saja untuk
menunjukkan bahwa hal itu bukan suatu kewajiban. Posisi sunah muakkadah ini akan menguatkan bahwa
orang yang meninggalkan sunah ini tidak mendapat dosa tetapi mendapat celaan,
sunah muakkadah ini dapat dikatakan sebagai penyempurna kewajiban. Contohnya
adalah azan, shalat berjama'ah.
2. Sunah ghairu muakkad (tidak
kuat), yaitu sunah yang jika dikerjakan akan mendapat pahala dan jika ditinggalkan
tidak mendapat siksa juga tidak tercela. Yang termasuk sunah ghairu muakkadah ini adalah semua
perbuatan yang tidak ditekuni oleh Rasul dalam mengerjakannya. Contohnya adalah seperti shalat sunah sebelum zuhur, sebelum asar,
dan sebelum isya.
3. Sunah tambahan (zaidah). Yang
dimaksud dengan sunah tambahan ini yaitu sesuatu yang dianggap sebagai
pelengkap bagi mukalaf. Sunah ini tidak sejajar dengan dua sunah terdahulu.
Yang dimaksud dengan sunah zaidah ini ialah mengikuti Rasul sebagai
manusia biasa. Seperti mengikuti cara makan dan minum, memelihara jenggot, dan
mencukur kumis.
3. Haram
a. Pengertian Haram
Haram adalah perbuatan yang dilarang Allah
melakukannya karena menimbulkan bahaya dan mudharat bagi yang melakukannya dan
juga bagi orang lain yang berada di sekitarnya.[10]
Haram adalah مَا طَلَبَ الشَّارِعُ الْكَفَّ
عَنْ فِعْلِهِ عَلَى وَجْهِ اللُّزُوْمِ
Artinya: "Tuntutan yang tegas dari Allah SWT untuk tidak dikerjakan
secara pasti."[11]
Haram yaitu apa yang diminta
oleh Syari’menghentikan perbuatannya, permintaan secara pasti. Sighat minta
diperhentikan itu sendiri yang menunjukkan bahwa permintaan itu merupakan
kepastian.[12]
Contoh,- bahwa khamar, judi, berhala, dan mengundi nasib itu adalah najis
perbuatan syetan, maka jauhkanlah dirimu daripadanya.[13]
Sebagaimana firman Allah SWT:
وَالَّذِينَ
يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ
فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا ۚ
وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita
yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi,
maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah
kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik (QS.
24:4).”
b. Pembagian Haram
Haram terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Haram Asasi (asal), yaitu hukum yang ditegaskan oleh Allah bahwa hukum itu
haram sejak dari permulaan atau haram secara zat (realitas/esensial), karena di
dalamnya terkandung kerusakan dan bahaya terhadap agama, jiwa, akal, harta, dan
keturunan. Contohnya berzina, makan bangkai,
dan minum arak.[14]
2. Haram disebabkan sesuatu yang lain (bertentangan). Artinya, menurut perbuatan itu menurut hukum
syar’i permulaannya wajib, atau sunat, atau mubah, tapi berkaitan dengan
hal-hal yang menyimpang dari syar’i, maka hal ini menjadikan dia haram. Seperti
sembahyang memakai kain yang di rampas, jual beli yang memakai tipuan, kawin
dengan maksud untuk menghalalkan isteri yang sudah diajatuhi talak tiga.[15]
4. Makruh
a. Pengertian Makruh
Makruh ialah sesuatu yang diperintahkan oleh Allah agar seseorang
tidak mengerjakan sesuatu, tetapi perintah untuk tidak mengerjakan sesuatu ini
sifatnya tidak pasti atau tidak tegas. Contohnya seperti larangan Allah kepada
manusia untuk bertanya tentang sesuatu yang apabila dijelaskan akan menyusahkan
kamu, banyak bertanya, dan menghambur-hambur kata.
b. Pembagian Makruh
Makruh
terbagi menjadi dua, yaitu[16]:
1.
Makruh tahrim, yang dikenal di kalangan Hanafiah yatu suatu
perbuatan yang dituntut untuk meninggalkannya secara tegas namun menggunakan
dalil yang tidak kuat dan pasti (zanni). Contohnya berbohong.
2.
Makruh tanzih, yaitu perbuatan yang dituntut untuk
meninggalkannyasecara tidak tegas dan pasti, sehingga memungkinkan untuk tidak
ditinggalkan. Contohnya merokok.
5. Mubah
a. Pengertian Mubah
Mubah adalah sesuatu yang diperbolehkan Allah
kepada seseorang untuk memilih antara mengerjakan atau meninggalkan. Atau dengan kata lain Allah tidak menyuruh dan
tidak melarang. Konsekuensinya adalah jika dikerjakan akan berpahala dan jika
ditinggalkan maka tidak berdosa. Contohnya berburu setelah melakukan haji,
bertebaran sudah shalat jum'at, makan dan minum, dan sebagainya.
b. Pembagian Mubah
Mubah terbagi menjadi empat, yaitu[17]:
1. Mubah yang mengikuti suruhan untuk berbuat. Mubah dalam bentuk ini disebut
mubah dalam bentuk bagian atau juzu’. Namun, secara keseluruhan dituntut
untuk berbuat. Umpamanya makan dan kawin. Walaupun pada awalnya hukum makan dan
kawin itu adalah mubah, namun bila disengaja meninggalkannya sama sekali
hukumnya menjadi wajib, karena kalau ditinggalkan sama sekali maka hukumnya
adalah haram.
2. Mubah yang mengikuti tuntutan untuk meninggalkan. Mubah dalam bentuk ini
disebut mubah secara bagian atau juzu’, namun dilarang secara
keseluruhan atau kulli. Umpamanya bermain-main. Pada dasarnya hukumnya adalah
mubah. Tetapi kalu bermain-main itu dilakukan sepanjang waktu sampai hilang
kesempatan melakukan shalat, maka hukumnya menjadi terlarang.
3. Mubah yang tidak mengikuti sesuatu yang haram atau wajib, namun sebaiknya
dilakukan bukan karena banyak manfaatnya. Contohnya tidur.
4. Mubah yang tunduk kepada hukum mubah itu sendiri, yaitu sesuatu yang
seseorang diberi hak untuk memilih antara melakukan dan tidak melakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar