A. Pengertian Penyakit Rohani
Dr. Hamzah Ya'cub dalam bukunya, "Tingkat Ketenangan
dan Kebahagiaan Mu'min" memberikan pengertian tentang penyakit rohani,
sebagai berikut:
1. Penyakit rohani ialah sifat buruk dan merusak dalam batin manusia yang
mengganggu kebahagiaan.
2. Penyakit rohani ialah sikap mental yang buruk, merusak dan merintangi pribadi
untuk memperoleh keridhaan Allah.
3. Penyakit rohani ialah sifat dan sikap dalam hati yang tidak diridhai Allah,
sifat dan sikap mental yang mendorong pribadi melakukan perbuatan buruk dan
merusak.
Secara singkat dapat dikatakan, bahwa penyakit rohani
ialah adanya sifat dan sikap (budi pekerti) yang buruk dalam rohani seseorang
manusia, yang mendorongnya untuk berbuat buruk dan merusak, yang menyebabkan terganggunya
kebahagian dan terhalangnya dia dari memperoleh keridhaan Allah.[1]
Allah banyak berbicara tentang penyakit jiwa. Mereka yang
lemah iman dinilai sebagai orang yang memiliki penyakit di dalam dadanya.
Penyakit-penyakit kejiwaan pun beraneka ragam dan bertingkat-tingkat. Sikap
berkeluh kesah, angkuh, sombong, dan membantah. Allah menyatakan, bahwa dalam
rohani manusia memang ada sifat dan sikap yang seperti itu. Antara lain dalam
surat Al-Ma'arij ayat 19, yang berbunyi:
"Sesungguhnya manusia itu diciptakan (bersifat) keluh kesah lagi kikir."
(QS. Al-Ma'arij: 19)
B. Macam-macam Penyakit Rohani
1.
Nifaq
Orang yang mempunyai sifat dan sikap nifaq
disebut munafik. Munafik dalam arti populernya ialah orang yang suka
berpura-pura atau lain di mulut lain di hati. Menurut agama Islam ialah orang-orang
yang menyembunyikan kekufuran di dalam hatinya dan menyatakan iman dengan
lidahnya. Dalam Al-Qur'an, banyak sekali ditemukan ayat-ayat yang melukiskan
sifat dan sikap orang-orang munafiq ini.
a.
Perusak
"Dan apabila dikatakan kepada mereka,
"Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi," mereka menjawab,"
Kami hanyalah orang-orang yang berbuat kebaikan." (QS. Al-Baqarah: 11)
b.
Pelanggar janji dan kikir
"Dan di antara mereka ada orang yang
berjanji kepada Allah. Sesungguhnya jika Ia beri kami karunia-Nya, tentu kami
akan menshadaqahkannya dan tentu kami akan menjadi orang-orang baik. Tetapi,
tatkala Allah memberikan kepada mereka karunia-Nya, mereka menjadi kikir dan
mereka berbalik haluan dalam keadaan berpaling." (QS. At-Taubah: 75-76)
c. Suka mencela
"Ingatlah tatkala orang-orang munafik dan
orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit berkata, "Agama mereka telah
menipu mereka, (padahal) barangsiapa yang telah menyerahkan diri kepada Allah,
maka sesungguhnya Allah itu Maha Kuat lagi Maha Bijaksana." (Al-Anfal: 49)
d.
Malas shalat/beribadah dan ria
"Sesungguhnya orang-orang munafiq itu
menipu Allah dan Allah balas menipu mereka, dan apabila mereka berdiri untuk
shalat, mereka berdiri dengan malas, mereka ria kepada malaikat dan mereka
tidak ingat kepada Allah, melainkan sedikit saja." (QS. An-Nisa: 142)
2. Takabbur (sombong)
Takabbur adalah memandang rendah orang lain dan menolak kebenaran. Kekuasaan, kekayaan, kepintaran
(ilmu yang banyak), kecantikan, kebangsawanan, dan sebagainya adalah penyebab
seseorang menjadi takabbur. Karena ia
berkuasa, kaya, pintar, cantik, dan bangsawan lantas ia merendahkan orang lain
atau menolak kebenaran. Allah sangat tidak suka kepada orang-orang yang
mempunyai sifat dan sikap takabbur ini.
"Dan
janganlah kamu memalingkan wajahmu dari orang-orang (karena sombong) dan janganlah
berjalan di bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
sombong dan membanggakan diri." (QS. Luqman: 18)
3.
Riya'
Riya' ialah memperlihatkan amal kebajikan, supaya dilihat dan dipuji
orang lain lantaran amal tersebut. Ada pula yang mengartikannya dengan:
a.
Bekerja
dengan menginginkan pujian orang, bukan beramal karena Allah secara ikhlas.
b.
Suka
memuji diri dan membanggakan kemuliaan dirinya, hartanya, ilmunya, keturunannya
dan sebagainya.
Sifat
dan sikap riya' ini sangat dicela Allah. Allah berfirman:
فويل للمصلين۞ الذين هم
عن صلاتهم ساهون ۞ الذين هم يرآءون۞
"Maka celakalah bagi orang-orang yang
shalat, (yaitu)
orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya." (QS. Al-Ma'un: 4-6)
4. Hasad
Hasad (dengki) ialah rasa atau sikap tidak
senang terhadap kerahmatan (kenikmatan)
yang diperoleh orang lain, dan berusaha untuk menghilangkannya. Sikap ini
termasuk akhlak tercela. Perlu dicamkan orang yang iri hati akan
menyakiti hatinya sendiri, sedang nikmat yang diperoleh orang lain tidak dapat
dihapuskan kecuali apabila Allah swt. yang mengambilnya.
اَم يَحسُدُونَ النَّاسَ
عَلىَ مَاآتَاهُمُ الله مِن فَضْلِهِ
"Adakah (patut) mereka iri
hati kepada manusia atas karunia yang telah diberikan Allah kepada mereka?"
(QS. An-Nisa': 54)
5. Pemalas
Malas artinya hilang kegairahan berusaha.
Malas menyebabkan kegagalan dan kemunduran. Islam menghendaki kerajinan dan kesungguhan.
Allah berfirman:
وجاهدوا في الله حقّ جهاده ۚ
"Dan berjihadlah (sungguh-sungguh) di jalan
Allah dengan sebenar-benarnya jihad." (QS. Al-Hajj: 78)
6.
Hiqdu (dendam)
Menurut Drs. Barmawie Umarie, dendam ialah
dengki yang telah mengakibatkan permusuhan, kebencian, memutuskan silaurahmi karena ia tidak segan-segan lagi membukakan rahasia orang.
Menurut Imam Ghazali, dendam ialah hati terus merasa berat, marah, dan iri terhadap
orang yang didendami. Yang demikian itu terus-menerus dan berkekalan. Kemudian
Imam Ghazali menerangkan dendam itu membuahkan perkara[2]:
a.
Dengki.
b.
Senang,
kalau orang yang didendami itu tertimpa bahaya.
c.
Memutuskan
silaturahmi.
d.
Berusaha
untuk menghinakannya.
e.
Membuka
rahasianya
f.
Mengejek
dan menghinanya,
g.
Menyakiti
badannya.
h.
Melarang
dari haknya.
Islam sangat menganjurkan memaafkan seseorang apabila seseorang
tersebut berbuat salah agar terhindar dari sifat dendam. Allah berfirman:
وَالكَاظِمِينَ
الْغَيظَ وَالعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ
"... dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan
Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan." (QS. Ali-Imran:
134)
7.
Namimah
(mengadu domba)
Namimah diartikan sebagai perbuatan mengadu domba diantara orang beriman. Namimah
digunakan untuk memicu pertengkaran, sehingga bisa menyulut kekacauan.
Perbuatan ini sangat terlarang, melanggar hukum, dan berdosa. Siapapun yang
meninggal dunia tanpa bertaubat dari perbuatan namimah, dia akan mendapat siksa
neraka sebelum masuk surga.
Menurut Drs. Barmawie Umarie, namimah ialah
menyampaikan perkataan seseorang atau menceritakan keadaan seseorang atau
mengabarkan pekerjaan seseorang kepada orang lain dengan maksud mengadu domba
antara keduanya atau merusak hubungan baik antara mereka. Bila hal itu dibiarkan, maka akan menimbulkan
rusaknya hubungan silaturahmi dan kacaunya masyarakat serta timbulnya saling
curiga. Karena itu Islam mengajarkan apabila
ada orang membawa suatu kabar, jangan cepat
dipercaya, selidikilah terlebih dahulu. Allah berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman, jika seseorang
yang fasik datang kepada kalian membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan
kamu menyesal atas perbuatanmu itu." (QS. Al-Hujurat: 6)
8.
Ghibah
(mengumpat)
Ghibah adalah dosa besar yang mengharuskan pelakunya melakukan
pertaubatan kepada Allah. Ghibah adalah dosa karena orang yang digunjingkan
tidak hadir dan terlibat dalam perbincangan sehingga dia tidak bisa membela
diri. Orang yang digunjing tidak dapat memberi alasan yang tepat untuk
menjelaskan perkara yang sebenarnya. Kesepakatan para ulama memutuskan ghibah
sebagai perbuatan terlarang. Tidak ada
pengecualian terbebasnya seseorang dari aturan ini kecuali beberapa kondisi,
seperti penetapan status dan keaslian perawi hadis dan pemberian saran yang
sepenuh hati.[3] Dalam Al-Qur'an surat Al-Hujurat ayat 12,
Allah menyamakan perbuatan ini dengan memakan
daging saudaranya yang sudah mati. Allah berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah
banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan
janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara
kalian yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah
ada di antara kalian yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu
kalian merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (Al-Hujurat:
12)
DAFTAR PUSTAKA
Zaini, Syahminan, Penyakit
Rohani dan Pengobatannya, Al Ikhlas, Surabaya, tt.
Khan, Shakil Ahmad dan Wasim Ahmad, Ghibah: Sumber
segala keburukan, PT Mizan Pustaka, Bandung,
2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar